Tentang hadist “tidurnya orang alim lebih baik dari pada ibadahnya
orang bodoh” menjadi diskusi para santri LTPLM ketika muroja’ah 3 juli 2012
lalu. Penanya bertanya mengenai adanya hadist tersebut dengan memberi kritisan
bagaimanakah bila orang yang alim tadi sama sekali tidak mengerjakan ibadah.
Apakah tidurnya masih bisa dibilang lebih baik dari ibadahnya orang yang bodoh?
mencoba menjawab dan melengkapi jawaban dari diskusi kemarin sore,
memang benar yang dimaksud orang alim di sini adalah orang yang berilmu. Kemudian
bagaimana bila orang yang berilmu tidak beribadah? Dalam konteks ini kita harus
mendefinisikan orang yang berilmu secara universal. Menurut saya, orang alim adalah
orang yang memiliki ilmu secara luas, tidak hanya ilmu umum saja, tetapi juga
ilmu agama. Abah sendiri pernah ngendikan bahwasanya “belajar ilmu umum itu
gpp, penting. tapi jangan sampai lupa ilmu agama.” Artinya belajar ilmu agama
itu wajib hukumnya. Dari kritisan penanya, gambaran orang alim tadi mungkin
berilmu dalam ilmu umum saja, dan ilmu agamanya kurang, sehingga tidak
diasingkan lagi jika orang berilmu tadi menjadi tidak taat terhadap Tuhannya.
Kemudian mengenai konteks ‘tidur’ dalam hadist di atas, kita tidak bisa
memaknai hadist itu hanya pada pemikiran yang linier, kita harus berpikir radial
dalam menelaahnya. Yang pertama menurut saya, esensi dari hadist itu adalah
saking pentingnya menuntut ilmu sehingga tidurnya saja menjadi sangat mulia dibanding
orang bodoh yang beribadah. Kedua, mungkin tidur yang terlihat biasa, namun di
dalam tidurnya orang berilmu tadi mungkin terdapat do’a-do’a dari ilmunya.
Contohnya, ketika dua orang diutus untuk mengkhatamkan al-Qur’an dalam waktu
paling cepat, mungkin salah satu darinya akan seharian penuh tidak tidur sama
sekali hanya membaca ayat al-qur’an sampai khatam, namun satunya hanya cukup
dengan membaca surat al-ikhlas 3 kali maka sudah sama dengan amalan khatam
al-qur’an. Karena apa, karena orang kedua ini, dia memiliki ilmu. Dia tau
ilmunya bahwa membaca 3 kali al-ikhlas itu sama dengan mengkhatamkan al-qur’an.
Di sinilah terlihat jelas beda kebaikannya antara orang alim dan orang bodoh.
Dari sini dapat kita simpulkan bahwa, dikatakan orang alim disini,
ilmunya harus menyeluruh ilmu umum maupun agama. Dan belajar ilmu agama adalah kewajiban.
Yang kedua mengenai makna hadist tersebut kita tidak bisa mengartikannya secara
utuh tanpa adanya kupasan yang lebih dalam. Esensinya adalah pentingnya dalam
menuntut ilmu tadi. Terimakasi J
Aliyyatus Sa’adah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar