ALIYYATUS
SA’ADAH
100321400943
Asumsi Reformasi Pendidikan Hanya Sebatas Retorika
yang Menjadi Beban Stres
Negatif Siswa
Dunia Pendidikan
merupakan agenda penting bagi pembangunan Indonesia. Dalam rangka untuk
mendorong taraf kemajuan bidang pendidikan, pemerintah dalam upaya mewujudkan
pendidikan melalui sistem pendidikan yang dibangunnya masa kini selalu
gembar-gembor tentang kurikulum baru, sehingga sering terjadi reformasi
pendidikan. Pada dasarnya reformasi pendidikan bertujuan agar pendidikan dapat
berjalan lebih efektif dan efisien. Namun tidak sedikit sistem pendidikan
tersebut dijadikan asumsi yang memberatkan siswa bahkan menjadi beban bagi
mereka. Kesalahan anggapan ini terjadi karena sistem yang dipakai sekarang
lebih mengutamakan output bukan proses, yang menimbulkan berbagai tuntutan sekolah
pada anak didik. Adanya tuntutan sekolah ini, di satu sisi merupakan aktivitas
sekolah yang sangat bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan siswa, namun di
sisi lain tidak jarang tuntutan tersebut menimbulkan stres negatif bagi siswa.
Pendidikan
diperoleh melalui sekolah. Sekolah mempunyai arti yang sangat penting bagi
kehidupan dan perkembangan peserta didik. Sekolah dipandang dapat memenuhi
beberapa kebutuhan peserta didik dan menentukan kualitas kehidupan mereka di
masa depan. Tetapi pada saat yang sama sekolah ternyata juga dapat menjadi
sumber masalah yang dapat memicu terjadinya stres di kalangan peserta didik
karena dari sistem pendidikan yang banyak memberi tuntutan dan perubahan cepat.
Mereka dihadapkan pada pekerjaan rumah yang banyak, perubahan kurikulum yang
berlangsung dengan cepat, batas waktu tugas dan ujian, kecemasan dan
kebingungan dalam memilih program pendidikan, membagi waktu untuk mengerjakan
PR, olahraga, hobi, dan kehidupan sosialnya. Siswa merasakan betapa belajar di
sekolah merupakan suatu proses berat yang tidak menyenangkan, dengan
tugas-tugas sekolah yang rata-rata menimbulkan penurunan kondisi emosi dan
motivasi. Ketika mengerjakan tugas-tugas akademik tersebut keadaan emosi mereka
kurang positif, seperti merasa tidak sanggup, kurang rileks, kurang senang, dan
stres.
Stres yang terjadi
pada anak didik ini sangat tergantung pada penilaian kognitif mereka, yaitu
proses mental yang berlangsung terus-menerus untuk menginterpretasikan berbagai
situasi dalam interaksinya dengan individu. Kognitif merupakan salah satu aspek
penting dari perkembangan peserta didik yang berkaitan langsung dengan proses
pembelajaran dan sangat menentukan keberhasilan mereka di sekolah. Berdasarkan
teori peaget tentang perkembangan kognitif dari empat asumsi dasar yang salah
satunya dinyatakan bahwa anak dan remaja (umur sekolah) adalah pemikir yang
aktif dan konstruktif yang melalui interaksi dengan lingkungannya, membentuk
perkembangan mereka sendiri. Asumsi anak sekolah sebagai pembelajar yang aktif,
sejumlah psikolog dan pendidik mulai mempelajari ketrampilan-ketrampilan anak
dalam berpikir secara kritis.
Berkaitan dengan
keadaan emosi yang kurang positif dari stres yang mereka alami, selain faktor
kognitif, perkembangan konsep diri juga menjadi aspek penting dalam proses
pendidikan. Banyak bukti yang menguatkan bahwa rendahnya prestasi dan motivasi
belajar siswa serta terjadinya stressiswa disebabkan oleh persepsi dan sikap
negatif siswa terhadap diri-sendiri.demikian juga dengan siswa yang mengalami
kesulitan belajar lebih disebabkan oleh sikap siswa yang memandang dirinya tidak
mampu melaksanakan tugas-tugas di sekolah. Sehingga konsep diri (self concept)
mempunyai peranan penting dalam menentukan tingkah laku seseorang. Perilaku
individu akan selaras dengan cara individu memandang dirinya sendiri. Apabila
individu memandang dirinya sebagai orang yang tidak mempunyai cukup kemampuan
untuk melakukan suatu tugas, maka seluruh perilakunya akan menunjukkan
ketidakmampuannya tersebut. Rasa ketidakmampuan inilah sehingga dapat memicu
stres siswa.
Upaya untuk
mengatasi stres siswa oleh berbagai tuntutan sekolah tersebut dapat dilakukan
mulai dari mempelajari ketrampilan-ketrampilan dalam berfikir kritis yang
merupakan satu aspek perkembangan kognitif yang penting. Peran guru harus dapat
membantu peserta didik mengembangkan ketrampilan berfikir kritis yang dapat
dilakukan dengan menghargai pertanyaan siswa, menilai siswa sebagai pemikir
yang hebat, dan membangkitkan rasa ingin tahu siswa. Jadi, pendidikan haruslah
merupakan proses produksi belajar yang kritis. Dengan berpikir kritis akan
dapat mengurangi beban stres yang dialami. Sebaliknya, tanpa adanya sikap
kritis keungkinan siswa akan terjebak dalam kondisi stres yang berkepanjangan.
Oleh karena itu reformasi pendidikan yang sedang diupayakan kini tidak akan
berarti jika sikap kritis diri tidak termuat di dalamnya.
Lalu upaya dalam
menangani kondisi stres peserta didik, sekolah sebagai institusi pendidikan
harus mampu menciptakan suasana belajar di sekolah yang sehat dan menyenangkan
untuk membangkitkan motivasi belajar siswa, mengantisipasi perasaan tidak
nyaman dan stres dalam diri siswa. Sebagai seorang guru juga hendaknya memiliki
strategi dalam mengembangkan dan meningkatkan konsep diri peserta didik, yaitu
dapat dilakukan dengan memberi banyak dukungan kepada siswa, mendorong rasa
percaya diri siswa bahwa mereka punya kemampuan untuk mewujudkan harapannya,
dan mengadakan program konseling dari siswa.
Oleh karena itu,
fenomena stres siswa harus dipandang sebagai proses perkembangan. Tetapi ini
tidak berarti stress yang terjadi pada siswa dibiarkan berkembang begitu saja.
Sebaliknya, stres ini harus ditanggulangi dan dirubah menjadi stres positif,
yang menantang siswa untuk meningkatkan kualitas kemampuannya. Hal ini sesuai
dengan asumsi konsep inokulasi stress bahwa manusia dapat meningkatkan
kapasitas diri dalam mengatasi stres dengan cara mengubah keyakinan dan
pernyataandiri tentang keberhasilan menghadapi stres.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar