Selasa, 31 Juli 2012

Reformasi Pendidikan??


ALIYYATUS SA’ADAH
100321400943

Asumsi Reformasi Pendidikan Hanya Sebatas Retorika
 yang Menjadi Beban Stres Negatif Siswa

            Dunia Pendidikan merupakan agenda penting bagi pembangunan Indonesia. Dalam rangka untuk mendorong taraf kemajuan bidang pendidikan, pemerintah dalam upaya mewujudkan pendidikan melalui sistem pendidikan yang dibangunnya masa kini selalu gembar-gembor tentang kurikulum baru, sehingga sering terjadi reformasi pendidikan. Pada dasarnya reformasi pendidikan bertujuan agar pendidikan dapat berjalan lebih efektif dan efisien. Namun tidak sedikit sistem pendidikan tersebut dijadikan asumsi yang memberatkan siswa bahkan menjadi beban bagi mereka. Kesalahan anggapan ini terjadi karena sistem yang dipakai sekarang lebih mengutamakan output bukan proses, yang menimbulkan berbagai tuntutan sekolah pada anak didik. Adanya tuntutan sekolah ini, di satu sisi merupakan aktivitas sekolah yang sangat bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan siswa, namun di sisi lain tidak jarang tuntutan tersebut menimbulkan stres negatif bagi siswa.
            Pendidikan diperoleh melalui sekolah. Sekolah mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan dan perkembangan peserta didik. Sekolah dipandang dapat memenuhi beberapa kebutuhan peserta didik dan menentukan kualitas kehidupan mereka di masa depan. Tetapi pada saat yang sama sekolah ternyata juga dapat menjadi sumber masalah yang dapat memicu terjadinya stres di kalangan peserta didik karena dari sistem pendidikan yang banyak memberi tuntutan dan perubahan cepat. Mereka dihadapkan pada pekerjaan rumah yang banyak, perubahan kurikulum yang berlangsung dengan cepat, batas waktu tugas dan ujian, kecemasan dan kebingungan dalam memilih program pendidikan, membagi waktu untuk mengerjakan PR, olahraga, hobi, dan kehidupan sosialnya. Siswa merasakan betapa belajar di sekolah merupakan suatu proses berat yang tidak menyenangkan, dengan tugas-tugas sekolah yang rata-rata menimbulkan penurunan kondisi emosi dan motivasi. Ketika mengerjakan tugas-tugas akademik tersebut keadaan emosi mereka kurang positif, seperti merasa tidak sanggup, kurang rileks, kurang senang, dan stres.
            Stres yang terjadi pada anak didik ini sangat tergantung pada penilaian kognitif mereka, yaitu proses mental yang berlangsung terus-menerus untuk menginterpretasikan berbagai situasi dalam interaksinya dengan individu. Kognitif merupakan salah satu aspek penting dari perkembangan peserta didik yang berkaitan langsung dengan proses pembelajaran dan sangat menentukan keberhasilan mereka di sekolah. Berdasarkan teori peaget tentang perkembangan kognitif dari empat asumsi dasar yang salah satunya dinyatakan bahwa anak dan remaja (umur sekolah) adalah pemikir yang aktif dan konstruktif yang melalui interaksi dengan lingkungannya, membentuk perkembangan mereka sendiri. Asumsi anak sekolah sebagai pembelajar yang aktif, sejumlah psikolog dan pendidik mulai mempelajari ketrampilan-ketrampilan anak dalam berpikir secara kritis.
            Berkaitan dengan keadaan emosi yang kurang positif dari stres yang mereka alami, selain faktor kognitif, perkembangan konsep diri juga menjadi aspek penting dalam proses pendidikan. Banyak bukti yang menguatkan bahwa rendahnya prestasi dan motivasi belajar siswa serta terjadinya stressiswa disebabkan oleh persepsi dan sikap negatif siswa terhadap diri-sendiri.demikian juga dengan siswa yang mengalami kesulitan belajar lebih disebabkan oleh sikap siswa yang memandang dirinya tidak mampu melaksanakan tugas-tugas di sekolah. Sehingga konsep diri (self concept) mempunyai peranan penting dalam menentukan tingkah laku seseorang. Perilaku individu akan selaras dengan cara individu memandang dirinya sendiri. Apabila individu memandang dirinya sebagai orang yang tidak mempunyai cukup kemampuan untuk melakukan suatu tugas, maka seluruh perilakunya akan menunjukkan ketidakmampuannya tersebut. Rasa ketidakmampuan inilah sehingga dapat memicu stres siswa.
            Upaya untuk mengatasi stres siswa oleh berbagai tuntutan sekolah tersebut dapat dilakukan mulai dari mempelajari ketrampilan-ketrampilan dalam berfikir kritis yang merupakan satu aspek perkembangan kognitif yang penting. Peran guru harus dapat membantu peserta didik mengembangkan ketrampilan berfikir kritis yang dapat dilakukan dengan menghargai pertanyaan siswa, menilai siswa sebagai pemikir yang hebat, dan membangkitkan rasa ingin tahu siswa. Jadi, pendidikan haruslah merupakan proses produksi belajar yang kritis. Dengan berpikir kritis akan dapat mengurangi beban stres yang dialami. Sebaliknya, tanpa adanya sikap kritis keungkinan siswa akan terjebak dalam kondisi stres yang berkepanjangan. Oleh karena itu reformasi pendidikan yang sedang diupayakan kini tidak akan berarti jika sikap kritis diri tidak termuat di dalamnya.
            Lalu upaya dalam menangani kondisi stres peserta didik, sekolah sebagai institusi pendidikan harus mampu menciptakan suasana belajar di sekolah yang sehat dan menyenangkan untuk membangkitkan motivasi belajar siswa, mengantisipasi perasaan tidak nyaman dan stres dalam diri siswa. Sebagai seorang guru juga hendaknya memiliki strategi dalam mengembangkan dan meningkatkan konsep diri peserta didik, yaitu dapat dilakukan dengan memberi banyak dukungan kepada siswa, mendorong rasa percaya diri siswa bahwa mereka punya kemampuan untuk mewujudkan harapannya, dan mengadakan program konseling dari siswa.
            Oleh karena itu, fenomena stres siswa harus dipandang sebagai proses perkembangan. Tetapi ini tidak berarti stress yang terjadi pada siswa dibiarkan berkembang begitu saja. Sebaliknya, stres ini harus ditanggulangi dan dirubah menjadi stres positif, yang menantang siswa untuk meningkatkan kualitas kemampuannya. Hal ini sesuai dengan asumsi konsep inokulasi stress bahwa manusia dapat meningkatkan kapasitas diri dalam mengatasi stres dengan cara mengubah keyakinan dan pernyataandiri tentang keberhasilan menghadapi stres.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar